Pengikut

Jumat, 14 Juni 2013

PENENTUAN JUMLAH ERITROSIT DAN LEUKOSIT PADA IKAN

I.                   PENDAHULUAN
1.1.            Latar belakang
Darah dapat didefinisikan sebagai suatu jaringan pengikat dan mempunyai dua komponen, yaitu : komponen cairan yang disebut plasma darah dan komponen sel-sel darah atau korpuskula darah yang terdiri dari eritrosit, leukosit dan trombosit. Plasma yang berupa cairan adalah tempat terlarutnya mineral, produk digesti terabsorpsi, produk buangan, sekresi khusus, enzim, antibodi dan gas yang terlarut. Kadar hemoglobin, jumlah dan bentuk sel darah hewan berbeda-beda, eritrosit mamalia tidak berinti dan berbentuk bulat. Eritrosit ikan berinti dan  berwarna merah muda. Sel darah merah ikan dewasa biasanya berbentuk oval dengan diameter 7-46 µ. Transport oksigen dalam darah tergantung pada komponen besar dalam pigmen respirasi, yaitu umumnya hemoglobin. Jumlah hemoglobin bervariasi dengan jumlah sel darah merah yang ada. Jumlah eritrosit berkisar antara 20.000-3.000.000 per ml darah. Contoh, ikan Goosfish mempunyai eritrosit 867.000 dan ikan Mackerel 3.000.000 per ml darah. Hemoglobin merupakan bagian dari sel darah merah yang mengikat oksigen dari insang untuk dihantarkan ke seluruh jaringan tubuh. Kadar hemoglobin ikan air tawar berkisar antara 5.05-8.33 g/dl. Leukosit berbentuk bulat telur sampai bulat. Jumlah leukosit ikan berkisar antara 20.000-150.000 per ml darah. Leukosit dibedakan menjadi leukosit bergranula (granulosit), yang menyusun 4-40 % dari seluruh leukosit dan yang tidak bergranula (agranulosit). Diameter leukosit rata-rata 10 µ, tetapi pada African langfish berkisar antara 24-33 µ.
Eritrosit atau sel darah merah merupakan bagian terbesar atau terbanyak yaitu sebanyak 99 %. Bentuk sel darah merah yaitu bikonkaf : berbentuk pipih, bulat, cekung pada bagian tengah dan bertumpuk. Fungsi dari eritrosit ini adalah penentu golongan darah dan mengangkut oksigen yang diangkut oleh hemoglobin yang menyebabkan darah berwarna merah atau disebut dengan oksihemoglobin. Sel darah putih atau leukosit memiliki bentuk lebih besar dari sel darah merah. Bentuk sel darah putih adalah limfosit, basofil, neutrofil, monosit dan eosinofil. Fungsi leukosit adalah membunuh kuman penyakit dalam tubuh dan membentuk antibodi tubuh (Kwon, 2012). Fungsi utama dari darah adalah mengangkut oksigen yang diperlukan oleh sel-sel di seluruh tubuh. Darah juga menyuplai jaringan tubuh dengan nutrisi, mengangkut zat-zat sisa metabolism dan mengandung berbagai bahan penyusun system imunyang bertujuan mempertahankan tubuh dari berbagai penyakit (Tadeus, 2009).
1.2.            Tujuan
Tujuan dari praktikum penentuan jumlah eritrosit dan leukosit adalah :
1.      Mengetahui cara pengambilan darah hewan;
2.      Mengetahui kadar hemoglobin;
3.      Mengetahui perbedaan bentuk dan jumlah sel darah pada berbagai hewan.

II.                MATERI DAN METODE
2.1.            Materi
2.1.1.      Alat
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum adalah haemometer, haemositometer, pipet toma untuk perhitungan eritrosit, pipet toma untuk perhitungan leukosit dan mikroskop.
2.1.2.      Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum adalah darah ikan, larutan Hayem (untuk eritrosit) dan larutan Turk (untuk leukosit).
2.2.            Metode
2.2.1.      Cara kerja
1.      Menghitung jumlah leukosit (pengenceran 10 kali)
a.       Darah ikan dengan mikropipet sampai menunjukkan angka 1, kemudian ujungnya dibersihkan dengan kertas hisap.
b.      Larutan Turk yang sudah dituangkan terlebih dahulu di dalam tabung reaksi di isap sampai angka 11.
c.       Pipa karet (yang dipakai untuk menghisap) di ambil dari pipet. Kemudian pipet dipegang dengan ibu jari dan telunjuk dan dikocok selama 2 menit.
d.      Dibuang beberapa tetes (1-2 tetes), kemudian tetes berikutnya dipakai untuk perhitungan.
e.       Bilik hitung disiapkan, cairan dalam pipet diteteskan sehingga cairan dapat masuk dengan sendirinya ke dalam bilik tabung.
f.       Dilihat di bawah mikroskop, mula-mula dengan pembesaran lemah, kemudian dengan pembesaran kuat.
g.      Semua leukosit yang terdapat pada bujur sangkar pojok dihitung. Jumlah bujur sangkar yang dihitung 4x16= 64, dengan masing-masing sisi ¼ mm3.
h.      Perhitungan ; jumlah bujur sangkar yang dihitung :64, dengan volume 1/160 mm3 diencerkan 10 kali, jumlah leukosit dihitung L.
i.        Jumlah leukosit per mm3 = 1/64 x 160 x 10 = 25 L.
2.      Menghitung jumlah eritrosit (pengenceran 100 kali)
a.       Darah ikan dengan mikropipet sampai menunjukkan angka 1, kemudian ujungnya dibersihkan dengan kertas hisap.
b.      Larutan Hayem yang sudah dituangkan terlebih dahulu di dalam tabung reaksi di isap sampai angka 11.
c.       Pipa karet (yang dipakai untuk menghisap) di ambil dari pipet. Kemudian pipet dipegang dengan ibu jari dan telunjuk dan dikocok selama 2 menit.
d.      Dibuang beberapa tetes (1-2 tetes), kemudian tetes berikutnya dipakai untuk perhitungan.
e.       Bilik hitung disiapkan, cairan dalam pipet diteteskan sehingga cairan dapat masuk dengan sendirinya ke dalam bilik tabung.
f.       Dilihat di bawah mikroskop, mula-mula dengan pembesaran lemah, kemudian dengan pembesaran kuat.
g.      Semua eritrosit  yang dihitung terdapat di dalam bujur sangkar kecil dengan sisi 1/20 atau dengan volume masing-masing 1/4000 mm3.
h.      Jumlah eritrosit terhitung = E, jumlah bujur sangkar = 80. Jumlah eritrosit per mm3 = E/80 x 4000 x100 = 5000 E.

III.             HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1.            Hasil
Tabel 1. Hasil Perhitungan Eritrosit dan Leukosit
Kelompok
Hewan uji
∑ Eritrosit (sel/mm3)
∑ Leukosit (sel/mm3)
1
Ikan Nila
235.000
500
2
455.000
21.250
3
Ikan Nilem
680.000
5.250
4
105.000
1.625

bilik hitung.jpg
Gambar 1. Bilik hitung
Perhitungan kelompok 3 :
-          Eritrosit     =  x 4000 x 100                               - Leukosit = L1 + L2 + L3 +L4
Jumlah       = E1 + E2 + E3 + E4 + E5                                  = 210 X 25 = 5.250
                  = 136
                  =  X 4000 X 100
                  = 680.000
3.2.            Pembahasan
Darah merupakan suatu suspensi sel dan fragmen sitoplasma di dalam cairan yang disebut plasma. Secara keseluruhan darah dapat dianggap sebagai jaringan pengikat, karena pada dasarnya terdiri dari unsur-unsur sel dan substansi interseluler yang berbentuk plasma. Fungsi utama dari darah adalah mengangkut oksigen yang diperlukan oleh sel-sel di seluruh tubuh. Darah juga menyuplai jaringan tubuh dengan nutrisi, mengangkut zat-zat sisa metabolisme dan mengandung berbagai bahan penyusun sistem imun yang bertujuan mempertahankan tubuh dari berbagai penyakit. Warna merah pada darah disebabkan oleh hemoglobin, protein, pernafasan (respiratory protein) yang terdapat dalam eritrosit dan mengandung besi dalam bentuk heme, yang merupakan tempat terikatnya molekul-molekul oksigen. Darah juga mengangkut bahan sisa metabolisme, obat-obatan dan bahan kimia asing ke hati untuk diuraikan (Tadeus, 2009).
Karakteristik darah dapat digunakan untuk mengevaluasi respon fisiologi ikan. Respon stress pada hewan dapat dilihat dari perubahan kadar hormone kortisol, glukosa darah, hemoglobin dan hematokrit. Dalam kondisi stress terjadi penurunan jumlah eritrosit, nilai hematokrit dan kadar hemoglobin, sedangkan jumlah leukosit cenderung meningkat. Berbagai sumber stress baik berupa faktor lingkungan (suhu, cahaya, pemeliharaan, penangkapan dan transport) maupun faktor biotik seperti infeksi mikroorganisme akan mempunyai dampak negatif terhadap perubahan fisiologis tubuh hewan (Rachmawati dkk, 2010). Keadaan stress dapat mempengaruhi aktivitas fisiologis dan kadar hemoglobin pada ikan. Keadaan fisiologis darah ikan  sangat bervariasi tergantung pada kondisi lingkunganseperti kelembaban, suhu dan pH (Safitri dkk, 2013).
Darah ikan terdiri dari 55% cairan plasma yang komponen primernya adalah air, sedangkan komponen seluler (sel-sel darah) yang berada dalam plasma kurang lebih 45% sel-sel darah terdiri dari eritrosit, leukosit dan trombosit (Yuwono, 2001). Plasma darah merupakan komponen cairan yang mengandung ion-ion dan molekul organik yang meliputi protein, elektrolit, molekul sampah, zat pengatur dan zat-zat terlarut. Menurut Frandson (1992), fungsi darah antara lain :
a.       Membawa nutrient yang telah disiapkan oleh saluran pencernaan menuju ke seluruh tubuh;
b.      Membawa oksigen dari paru-paru ke jaringan menuju ginjal untuk di eksresi;
c.       Membawa produk buangan dari berbagai jaringan menuju ginjal;
d.      Mempertahankan keseimbangan air;
e.       Sistem buffer;
f.       Mengandung faktor-faktor untuk pertahanan tubuh terhadap penyakit.
Sel darah merah bentuknya seperti cakram atau bikonkaf dan tidak mempunyai inti. Ukuran diameter kira-kira 0.007 mm, tidak dapat bergerak, warnanya kuning kemerahan, karena di dalamnya mengandung suatu zat yang disebut hemoglobin, warna ini akan bertambah merah jika di dalamnya banyak mengandung oksigen (Analis, 2012). Fungsi sel darah merah adalah untuk mengangkut hemoglobin yang berperan membawa oksigen dari insang ke paru-paru kemudian ke jaringan. Selain itu, berfungsi untuk mengkatalis reaksi antara karbondioksida dan air (Fujaya, 2002). Banyaknya sel darah merah dapat diketahui dengan menambahkan larutan hayem sehingga mempermudah memberikan warna pada sampel darah yang diperoleh (Jastrzbska, 2005). Jumlah eritrosit dipengaruhi oleh jenis kelamin, umur, kondisi tubuh, variasi harian dan keadaan stress. Jumlah eritrosit yang banyak menunjukkan besarnya aktivitas hewan tersebut. Hewan yang aktif bergerak akan memiliki eritrosit yang banyak karena akan mengkonsumsi banyak oksigen, sebab eritrosit berfungsi sebagai transport oksigen dalam darah (Oktavia, 2011). Peningkatan total eritrosit menandakan adanya upaya homeostasis pada tubuh ikan (infeksi patogen) tubuh memproduksi sel darah lebih banyak untuk menggantikan eritrosit yang mengalami lisis akibat adanya infeksi. Penurunan eritrosit mengindikasikan adanya anemia pada ikan yang ditandai adanya pendarahan paa organ ginjal ikan (Hardi dkk, 2011).
Leukosit memiliki ciri-ciri yaitu mempunyai inti atau nucleus dan dapat bergerak secara aktif. Jumlah leukosit pada ikan nilem lebih sedikit dibandingkan eritrosit, karena hanya diproduksi dalam jumlah banyak pada waktu sakit. Leukosit mempunyai bentuk yang khas (bulat telur sampai bulat), sitoplasma, nucleus dan organnel semuanya bergerak dan bervariasi tergantung jenis hewan (Dellman dan Brown, 1989). Banyaknya sel darah putih dapat diketahui dengan menambahkan larutan Turk sehingga mempermudah memberika warna pada sampel darah yang diperoleh. Leukosit berfungsi pada kekebalan dan pertahanan tubuh, memiliki warna bening berbeda dengan sel darah merah yang berwarna merah  dan berfungsi sebagai media dalam pengangkutan sari-sari  makanan dan oksigen dalam darah. Fluktuasi jumlah leukosit pada tiap individu meningkat pada kondisi tertentu seperti umur, stress serta aktivitas fisiologisnya. Hewan yang terinfeksi juga akan memiliki leukosit yang banyak karena berfungsi melindungi tubuh dari infeksi, sedangkan penurunan leukosit dapat terjadi karena keracunan bakteri ataupun infeksi usus (Oktavia, 2011). Saat adanya infeksi, leukosit sebagai penjaga pertama berperan untuk menghalau sehingga ditemukan adanya total leukosit yang lebih banyak pada areal infeksi. Secara alamiah pada ikan yang terinfeksi pathogen akan ditemukan jumlah leukosit yang lebih banyak dari kondisi normal, karena salah satu antisipasi tubuh untuk mencegah perkembangan bakteri dalam tubuh dengan mengirimkan darah lebih banyak ke daerah infeksi (Hardi dkk, 2011).
Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah eritrosit dan leukosit adalah tergantung pada spesies, kondisi pakan, kandungan bahan organic seperti glukosa, lemak, urea dan asam urat, kondisi lingkungan, musim serta umur hewan (Oktavia, 2011). Menurut Soetrisno (1987), perbedaan jumlah eritrosit dipengaruhi oleh :
1.      Jenis kelamin, pada ikan jantan jumlah eritrositnya lebih banyak daripada betina;
2.      Umur, semakin tua umurikan, maka jumlah eritrositnya semakin sedikit;
3.      Kondisi badan, pada kondisi sehat jumlah eritrosit akan lebih banyak;
4.      Aktivitas harian, jumlah eritrosit akan meningkat pada waktu bergerak aktif;
5.      Stress, jika stress akan menurunkan jumlah eritrosit pada ikan.
Hemoglobin adalah molekul protein pada sel darah merah yang berfungsi sebagai media transport oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh dan membawa karbondioksida dari jaringan tubuh ke paru-paru. Kandungan zat besi yang terdapat dalam hemoglobin membuat darah berwarna merah. Molekul hemoglobin terdiri dari globin, apoprotein dan empat gugus heme, suatu molekul organik dengan satu atom besi. Kadar hemoglobin menggunakan satuan gram/dl, artinya banyaknya hemoglobin dalam 100 ml darah (Saputro, 2012). Satu gram hemoglobin dapat mengikat sekitar 1.34 ml oksigen. Kadar hemoglobin yang rendah dapat dijadikan sebagai petunjuk mengenai rendahnya kandungan protein pakan, defisiensi vitamin atau hewan tersebut terkena infeksi. Kadar normal hemoglobin ikan adalah berkisar 12-14 Hb/100 ml (Oktavia, 2011). Kadar Hb berkaitan dengan keseimbangan osmo lariats plasma darah. Rendahnya kadar Hb menyebabkan laju metabolism menurun dan energy yang dihasilkan menjadi rendah. Hal ini membuat ikan menjadi lemah dan tidak memiliki nafsu makan serta terlihat diam di dasar atau berenang lemah (Hardi dkk, 2011).
Hemoglobin berperan untuk transport oksigen dalam sel darah merah (Ogunlesi dkk, 2009). Faktor yang mempengaruhi kadar hemoglobin dalam darah adalah pH, suhu, dimana jika suhu meningkat maka kadar kelarutan CO2 meningkat dan mempengaruhi suplai oksigen ke insang (Fujaya, 2002). Metode pengukuran Hb dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu :
1.      Metode Sianmethemoglobin (dengan lar darbkins) di baca dengan metode kolorimeter (spektrofotometer).
2.      Metode sahli (asam hematin) dibaca juga dengan metode kolorimeter.
Metode Sahli merupakan cara penetapan hemoglobin secara visual. Darah diencerkan dengan larutan HCl sehingga hemoglobin berubah menjadi hematin asam, untuk dapat menentukan kadar Hb dilakukan dengan mengencerkan larutan campuran tersebut dengan akuades sampai warnanya sama dengan warna batang gelas standar. Metode Sianmethemoglobin dilakukan dengan cara ferrosianida mengubah besi pada Hb dan bentuk ferro ke bentuk ferri menjadi methemoglobin yang kemudian bereaksi dengan KCN membentuk pigmen yang stabil yaitu Sianmethemoglobin (Saputro, 2012).
Gambar 2. Grafik Jumlah Eritrosit dan Leukosit
Grafik diatas menunjukkan bahwa ikan Nila dan ikan Nilem memiliki jumlah eritrosit dan leukosit yang berbeda. Pada kelompok 1 ikan Nila memiliki jumlah eritrosit 235.000 sel/mm3 dan leukosit 500 sel/mm3. Pada kelompok 2 ikan Nila memiliki jumlah eritrosit 455.000 sel/mm3 dan leukosit 21.250 sel/mm3, pada kelompok 3 ikan Nilem memiliki jumlah eritrosit 680.000 sel/mm3 dan leukosit 5.250 sel/mm3 sedangkan pada kelompok 4 ikan Nilem memiliki jumlah eritrosit 105.000 sel/mm3 dan leukosit 1.625 sel/mm3. Adanya perbedaan jumlah leukosit dan eritrosit  pada masing-masing ikan tersebut dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang diantaranya tergantung pada spesies, kondisi pakan, kandungan bahan organic seperti glukosa, lemak, urea asam urat, kondisi lingkungan, musim serta umur hewan (Oktavia, 2011).
Menurut Soetrisno (1987), perbedaan jumlah eritrosit dipengaruhi oleh :
1.      Jenis kelamin, pada ikan jantan jumlah eritrositnya lebih banyak daripada betina;
2.      Umur, semakin tua umurikan, maka jumlah eritrositnya semakin sedikit;
3.      Kondisi badan, pada kondisi sehat jumlah eritrosit akan lebih banyak;
4.      Aktivitas harian, jumlah eritrosit akan meningkat pada waktu bergerak aktif;
5.      Stress, jika stress akan menurunkan jumlah eritrosit pada ikan.
IV.             PENUTUP
4.1.            Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum Penentuan Jumlah Eritrosit dan Leukosit Ikan Nilem (Osteochilus hasselti) adalah sebagai berikut :
a.       Pengambilan darah pada ikan dapat dilakukan melalui 3 cara yaitu dari linea lateralis, dari jantung ikan dan dari batang ekor.
b.      Eritrosit memiliki bentuk dan jumlah sel darah yang berbeda pada ikan Nila dan ikan Nilem.
c.       Jumlah eritrosit pada ikan dipengaruhi oleh jenis kelamin, umur, kondisi badan, aktivitas harian dan stress. Sedangkan jumlah leukosit pada ikan dipengaruhi oleh aktivitas, umur, kesehatan dan aktivitas fisiologisnya.
4.2.            Saran
Penghitungan jumlah eritrosit dan leukosit di bawah mikroskop sebaiknya dilakukan dengan teliti agar hasil yang diperoleh sesuai dengan jumlah eritrosit dan leukosit yang sebenarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Analis, Ridwan. 2012. Pengertian Darah dan Bagian-bagiannya. http ://wordpress.com. Diakses Tanggal 16 Mei 2013.
Dellman, H. D dan Ester, M. B. 1992. Buku Teks Histologi. Veteriner 1-VI. Press : Jakarta.
Frandson, R. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. UGM. Press : Yogyakarta.
Fujaya, Y. 2002. Fisiologi Ikan. Dasar Pengembangan Teknologi Perikanan Departemen Pendidikan Nasional.
Hardi, Esti Handayani dkk. 2011. Karakteristik dan Patogenisitas Streptococcus agalactiae Tipe β-hemolitik dan Nonhemolitik pada Ikan Nila. Jurnal Veteriner. Volume 12. Halaman 152-164.
Hardi, Esti Handayani dkk. 2011. Toksisitas Produk Ekstrasellular (ECP) Streptococcus agalactiae pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Jurnal Natur Indonesia. Volume 13. Halaman 187-199.
Jastrzbska, E. B. M. Protasowicki. Effect of Cadmium and Nickel Exposure on Haemotological Parameters of Common Carp Cyprinus carpio. Acta Ichthyological. Volume 35. Halaman 29-38.
Kwon, Jeremiah. 2012. Sel Darah Merah  (Eritrosit), Sel Darah Putih (Leukosit) dn Keping Darah (Trombosit). http :// asiabussinescenter. blogspot.com. Diakses Tanggal 16 Mei 2013.
Ogunlesi, M dkk. 2009. Novel Method for the Determination of Hemoglobin Phenotypes by Cyclic Voltammetry Using Glassy Carbon Electrode. International Journal Electrochemical Science. Volume 4. Halaman 1593-1606.
Oktavia, Swastika. 2011. Pengukuran Jumlah Leukosit, Eritrosit dan Kadar Hemoglobin. http :// swastika-oktavia.blogspot.com. Diakses Tanggal 16 Mei 2013.
Rachmawati, Farida Nur dkk. 2010. Respon Fisiologi Ikan Nila, Oreochromis niloticus yang Distimulasi dengan Daur Pemuasaan dan Pemberian Pakan Kembali. Seminar Nasional Biologi. Fakultas Biologi UGM. Yogyakarta. Halaman 492-499.
Safitri, Dewi dkk. 2013. Kadar Hemoglobin Ikan Nila (Oreochromis niloticus) yang Diberi Pakan Cekaman Panas dan Pakan yang di Suplementasikan Tepung Daun Jaloh (Salix tetrasperma Roxb). Jurnal Medika Veterinaria. Volume 7. Halaman 39-41.
Saputro, Dias Nur. 2012. Pengertian Hemoglobin. http ://indonesiailmuan. Blogspot. com . Diakses Tanggal 16 Mei 2013.
Sutrisno. 1987. Diktat Fisiologi Ternak. Fakultas Peternakan, UNSOED : Purwokerto.
Tadeus, 2009. Histology. http ://histologidrgtadeus.blogspot.com. Diakses tanggal 16 Mei 2013.

Yuwono, E. 2001. Fisiologi Hewan1 Fakultas Biologi. Unsoed : Purwokerto.
ACARA 3
KERJA JANTUNG DAPHNIA

III.             HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1.            Hasil
Table 1. Data Hasil Praktikum Kerja Jantung Daphnia
Klp
Temperatur normal
DJ/menit
Temperatur dingin
DJ/menit
Temperatur panas
DJ/menit
Alkohol DJ/menit
1
27.5˚C
108
9˚C
100
91˚C
104
84
2
28˚C
248
7˚C
176
82˚C
284
144
3
28˚C
60
8˚C
44
72.5˚C
64
32
4
28˚C
72
8˚C
60
86˚C
60
36
Data perhitungan kelompok 3 :
-          Temperature normal          : 28˚C, denyut jantung selama 15 menit         : 15
DJ/menit                            : 15x4  : 60
-          Temperature dingin           : 8˚C, denyut jantung selama 15 menit           : 11
DJ/menit                            : 11x4  : 44
-          Temperature panas            : 72.5˚C, denyut jantung selama 15 menit      : 16
DJ/menit                            : 16x4  : 64
-          Setelah pemberian alcohol : Daphnia mati pada menit ke-8 dengan jumlah denyut jantung 8.
Dj/menit                            : 8x4    : 32
3.2.            Pembahasan
Daphnia adalah crustacean yang berukuran kecil yang hidup di perairan tawar, sering juga disebut sebagai kutu air, karena cara bergerak yang unik di dalam air. Ada terdapat banyak spesies ( 400 spesies) dari Daphniidae dan distribusinya sangat luas. Dari semua spesies yang ada Daphnia dan Moina yang paling dikenal, dan sering digunakan sebagai pakan untuk larva ikan. Terdapat berbagai macam ukuran untuk Daphniidae, tergantung pada spesiesnya. Moina yang baru menetas mempunyai ukuran yang sedikit lebih besar daripada artemia yang baru menetas dan dua kali lebih besar dari moina. Biasanya Daphnia memiliki ukuran 0,1-3 mm. Kandungan nutrisi Daphnia bervariasi menurut umur dan tergantung pada makanan yang dimakan. Kandungan protein Daphnia biasanya sekitar 50 % dari berat kering. Pada Daphnia dewasa mengandung lemak yang lebih tinggi dibandingkan pada juvenile yaitu sekitar 20-27 %, serta 4-6 % pada juvenile (Pangkey, 2009).
Pada beberapa spesies dijumpai mengandung protein sampai sebanyak 70 %. Daphnia juga mengandung sejumlah  enzim pencernaan seperti protease, peptidase, amylase, lipase an selulase (Pangkey, 2009). Pakan alami Dahnia magna merupakan salah satu dari jenis crustacean atau memiliki bentuk kecil seperti udang renik yang digunakan sebagai pakan larva dan burayak. Daphnia magna tidak selalu tersedia di alam. Perkembangannya tergantung pada pakan yang tersedia dan kondisi lingkungan (Pradana, 2009).
Daphnia berasal dari Phylum Arthropoda yang hidup secara alami di perairan tawar. Spesies-spesies dari genus Daphnia ditemukan mulai dari daerah tropis hingga arktik dengan berbagai ukuran habitat mulai dari kolam kecil hingga danau yang luas. Dari 50 spesies dari genus ini di seluruh dunia, hanya enam spesies yang secara normal dapat ditemukan di daerah tropika. Salah satunya adalah Daphnia magna. Secara morfologi pembagian segmen tubuh daphnia hamper tidak terlihat. Kepala menyatu dengan bentuk membungkuk ke arah bawah terlihat dengan jelas melalui lekukan yang jelas. Pada beberapa spesies sebagian besar anggota tubuh tertutup oleh carapace, dengan enam pasang kaki semu  yang berada pada rongga perut. Bagian tubuh yang paling terlihat adalah mata, antenna dan sepasang seta. Beberapa Daphnia memakan crustacean dan rotifer kecil, tapi sebagian besar adalah filter feeder, memakan alga uniseluler dan berbagai macam detritus organik termasuk protista dan bakteri. Sepasang kaki pertama dan kedua digunakan untuk membuat arus kecil saat mengeluarkan partikel makanan yang tidak mampu terserap (Ricci, 2011).
Daphnia memiliki fase seksual dan aseksual. Pada kebanyakan perairan populasi Daphnia lebih didominasi oleh Daphnia betina yang bereproduksi secara aseksual. Pada kondisi yang optimum, Daphnia betina dapat memproduksi telur sebanyak 100 butir, dapat bertelur kembali setiap 3 hari. Daphnia betina dapat bertelur hingga sebanyak 25 kali dalam hidupnya, tetapi rata-rata dijumpai Daphnia betina hanya bisa bertelur sebanyak 6 kali dalam hidupnya. Daphnia betina akan mulai setelah berusia 4 hari dengan telur sebanyak 4-22 butir. Pada kondisi buruk jantan dapat bereproduksi, sehingga reproduksi seksual terjadi. Telur-telur yang dihasilkan merupakan telur-telur dorman (resting eggs). Faktor-faktor yang dapat menyebabkan hal ini adalah kekurangan makanan., kandungan oksigen yang rendah, kepadatan populasi yang tinggi serta temperature yang rendah (Pangkey, 2009). Telur dorman disebut ephippia, telur ini merupakan hasil reproduksi Daphnia secara seksual. Ephippia dapat diproduksi  secara missal untuk memenuhi ketersediaan dan kontinuitas Daphnia magna yang berkurang di alam pada musim penghujan (Pradana, 2009). Daphnia merupakan crustacean kecil yang tidak mahal, mudah untuk dipelihara dan bersifat transparan (Corotto, 2010).
Klasifikasi Daphnia (Pangkey, 2009) adalah sebagai berikut :
Kingdom         : Animalia
            Phylum            : Arthropoda
            Subphylum      : Crustacea
            Kelas               : Branchiopoda
            Ordo                : Cladocera
            Family             : Daphniidae
            Genus              : Daphnia
      Spesies            : Daphnia magna                                  


Gambar 2. Grafik Kerja Jantung Daphnia

Grafik di atas menunjukkan bahwa Daphnia memiliki denyut jantung yang berbeda pada temperature yang berbeda. Pada temperature normal 28˚C yaitu keadaan tanpa campur tangan sejak pengambilan Daphnia sebagai hewan uji pengamatan. Diperoleh denyut jantung Daphnia permenit yaitu 60. Menurut Barnes (1966), jumlah denyut jantung Daphnia pada lingkungan normal adalah 120 denyut permenit. Jumlah yang diperoleh pada waktu praktikum tidak sesuai dengan referensi. Hal ini dapat disebabkan oleh kurang fokusnya dalam pengamatan denyut jantung Daphnia di bawah mikroskop yang sering terkecoh oleh gerakan ekornya yang ritmis.
Pada perlakuan kedua yaitu pada temperature dingin 8˚C, diperoleh denyut jantung Daphnia sebanyak 44 denyut jantung permenit. Hasil praktikum tersebut menunjukkan bahwa denyut Daphnia mengalami penurunan dari temperature normal ke temperature dingin. Hal tersebut sesuai referensi, menurut Johnson (1991), Daphnia yang diambil dari air dingin akan mempunyai frekuensi denyut  jantung yang lebih rendah dari pada kondisi normal, karena metabolisme tubuh berjalan lambat pada kondisi dingin. Metabolisme yang berjalan lambat berakibat kecilnya denyut jantung karena tubuh membutuhkan suplai oksigen yang lebih sedikit untuk mendukung metabolisme tersebut.
Perlakuan selanjutnya adalah pada temperature panas 72.5˚C. Hasil praktikum menunjukkan bahwa denyut jantung Daphnia mengalami peningkatan menjadi 64 denyut jantung permenit. Hasil tersebut sesuai dengan referensi. Menurut Sutrisno (1989). Frekuensi denyut jantung Daphnia pada kondisi panas akan menjadi lebih cepat. Semakin tinggi temperature lingkungan maka frekuensi denyut jantung juga akan semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena metabolisme tubuh berjalan cepat untuk mengatur kondisi normal, meningkatnya kondisi tubuh atau metabolisme tubuh mengakibatkan oksigen yang dibutuhkan ditransport dengan cepat.
Perlakuan terakhir yaitu kondisi kimia, dimana Daphnia mendapat penambahan zat kimia berupa alkohol. Hasil yang diperoleh denyut jantung Daphnia mengalami penurunan menjadi 32 denyut jantung permenit dan Daphnia mengalami kematian pada detik ke-8 (hitungan 15 detik sebelum diperoleh denyut jantung permenit). Menurut Waterman (1960), senyawa toksik menyebabkan seluruh sistem jaringan tubuh dalam hewan terganggu. Menurut Frodson (1992), adanya faktor-faktor kimia akan  mempengaruhi aktivitas denyut jantung, ada yang bersifat memperlambat dan ada yang bersifat mempercepat.
Denyut jantung untuk setiap hewan berbeda-beda karena dipengaruhi oleh keadaan makhluk hidup tersebut. Hewan-hewan kecil biasanya memiliki frekuensi denyut jantung yang lebih cepat dibandingkan hewan-hewan besar, hal ini disebabkan karena hewan yang lebih kecil memiliki frekuensi metabolisme  yang lebih tinggi pada setiap berat tubuhnya. Menurut Waterman (1960), hewan kecil memiliki frekuensi denyut jantung yang lebih cepat dari pada hewan dewasa baik itu pada suhu panas, sedang, dingin, maupun alkoholik, hal ini disebabkan karena adanya kecepatan metabolisme.
Menurut Waterman (1960), ada beberapa faktor yang mempengaruhi kerja jantung, yaitu sebagai berikut :
1.      Aktivitas dan faktor yang mempengaruhi denyut jantung akan bertambah lambat setelah keadaan tenang;
2.      Ukuran dan umur, dimana spesies yang lebih besar cenderung mempunyai denyut jantung yang lebih lambat;
3.      Cahaya, pada keadaan gelap denyut jantung akan mengalami penurunan sedangkan pada keadaan terang denyut jantung akan mengalami peningkatan;
4.      Temperature, denyut jantung akan bertambah tinggi jika suhu meningkat;
5.      Obat-obatan ( senyawa kimia), zat kimia menyebabkan aktivitas denyut jantung menjadi tinggi atau meningkat.
Bahan-bahan kimia yang lain seperti acetylcholine, tetraethylpyrophosphate, pilocarpin, adrenaline dan rotetone juga dapat mempengaruhi denyut jantung Daphnia. Zat ini dapat memberi efek positif dan negatif terhadap jantung. Nikotin akan memperlambat denyut jantung,begitu juga dengan ethanol (Navaro, 2003).

IV.             PENUTUP
4.1.            Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum yang telah dilakukan adalah :
1.      Denyut jantung pada Daphnia dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor temperature  lingkungan (temperature normal, dingin, panas) dan factor zat kimia (alkohol).
2.      Pada temperature normal (28˚C) diperoleh 60 denyut jantung Daphnia permenit, pada temperature dingin (8˚C) diperoleh 44 denyut jantung Daphnia permenit, pada temperature panas (72.5˚C) diperoleh 64 denyut jantung Daphnia permenit dan setelah penambahan alkohol 75 % diperoleh denyut jantung Daphnia permenit.
4.2.            Saran
Pengamatan denyut jantung Daphnia sebaiknya dilakukan dengan teliti, karena akan berpengaruh terhadap denyut jantung permenit yang diperoleh pada masing-masing perlakuan. Pada pelaksanaan praktikum, para praktikan diharapkan dapat bekerja dengan cepat karena akan berpengaruh terhadap tingkat kesetressan pada Daphnia yang dapat menyebabkan kematian.

DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Hairil. 2010. Denyut Jantung Daphnia sp..    http://zaldibiaksambas.files.wordpress.com. Diakses Tanggal 13 April 2013.
Barness, R. D. 1966. Invertebrate Zoology. W. B. Sanders Company, Philadelphia : London.
Corotto, Frank dkk. 2010. Making the Most of the Daphnia Heart Rate Lab : Optimizing the Use of Ethanol, Nicotin and Caffein. The American Biology Teacher. Volume 72. Halaman 176-179.
Frondson, R. D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Universitas Gajah Mada Press : Yogyakarta.
Johnson, A. T. 1991. Biomechanic and Exercise Physiology. John Wiley and Sons Inc : Toronto.
Navarro, Arturo Villegas, et al. 2003. The Heart of Daphnia magna : Effects of Four Cardioactive Drugs. Comparative Biochemistry and Physiology Part C 136. Halaman 127-134.
Pangkey, Henneke. 2009. Daphnia dan Penggunaannya. Jurnal Perikanan dan Kelautan. Volume 5. Halaman 33-36.
Pradana , Yulian C. E dkk. 2009. Pengaruh Suhu dan Kepadatan Ephippia yang Berbeda terhadap Penetasan Ephippia Daphnia magna. Jurnal Imiah Perikanan dan Kelautan. Volume 1. Halaman 31-36.
Ricci, Ignaico. 2011. Daphnia sp. (Klasifikasi, Morfologi, Reproduksi). Bacillus subtilis, Bakteri Nitrifikasi, Sistem Kultur Zooplankton, Parameter Kualitas Air. http: //pobersonaibaho.wordpress.com. Diakses Tanggal 13 April 2013.
Sutrisno, 1989. Fisiologi Hewan. Fakultas Peternakan UNSOED : Purwokerto.
Waterman, T. H. 1960. The Physiology of Crustacea. Volume 1. Academic Press : New York.